Latest News

sejarah rumah adat situs ciburuy

Senin, 02 Mei 2011 , Posted by vint zevent at 10.49

Abad 15 silam, Kampung Ciburuy adalah sebuah daerah yang teduh dan tenang. Ia terletak di lereng sebelah barat Gunung Cikuray, Desa Pamalayan, Bayongbong, Garut, Jabar. Tanahnya luas dan subur. Para karuhun (leluhur) di sana menyebutnya tanah dewa sasana, yang artinya tempat bersemayamnya para dewa. Di sinilah jejak para resi dan raja besar tanah Pasundan terkuak.


Tatar Sunda termasuk kawasan relatif banyak meninggalkan tilas-tilas sejarah. Namun demikian, terbilang sedikit diantaranya yang berhasil diungkap. Para sejarawan mencatat, pada periode abad ke-4 hingga ke-16 masehi, di kawasan ini berdiri kerajaan-kerajaan bercorak Hindu. Sebut saja kerajaan Tarumanagara, Galuh, hingga kerajaan Sunda Pakuan. Begitulah para ahli menyebutnya sebagai periode yang cukup panjang dalam perputaran sejarah.

Menurut penelusuran sejarah, di tanah Jawa bagian barat (Pasundan), pengaruh Hindu sesungguhnya lebih dulu merebak. Yaitu dengan berdirinya kerajaan Tarumanagara pada abad ke-4. Lalu kemudian muncul kerajaan-kerajaan lainnya. Ironisnya, di daerah ini malah nyaris tidak ditemukan bangunan candi seperti halnya banyak terdapat di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Satu-satunya candi yang ditemukan di Jawa Barat adalah Candi Cangkuang, kendati hingga kini masih terjadi silang pendapat di kalangan pakar. Candi ini ditemukan di kampung Pulo, desa Cangkuang, kecamatan Leles, Garut, Jabar. Kemudian Candi Bojongmenje, yang ditemukan tahun 2003 dan kini masih dalam penelitian intensif Balai Arkeolog Bandung.

Berita-berita tentang kehidupan kerajaan-kerajaan pada masa silam, terungkap lewat penemuan para ahli. Beberapa prasasti, misalnya, berhasil ditemukan dan diungkap kandungan isinya. Misalnya prasasti Batu Tulis dan Kebon Kopi di Bogor. Juga prasasti Kawali dan Galuh di Ciamis, lalu prasasti Kebantenan I - V di Banten, prasasti Rumantak di Gegerhanjuang Tasikmalaya, prasasti sanghyang Tapak I - II di Sukabumi dan lainnya.

Sumber-sumber berbentuk naskah pun berhasil di temukan di tatar Sunda ini. Antara lain Carita Parahyangan, Carita Bujangga Manik, Carita Waruga Rasa, Babad Galuh, Babad Pakuan, Siskandang Karesian, Amanat dari Galunggung, dan lainnya. Semua naskah itu mengandung isi yang berhubungan dengan keberadaan kerajaan-kerajaan Sunda di masa lalu.

Tanah Dewa

Meski jejak-jejak kerajaan di tatar Sunda berhasil ditelusuri lewat prasasti dan naskah-naskah tua, namun bentuk fisik semacam bangunan atau candi, jarang ditemukan. Inilah yang membedakan eksistensi kerajaan-kerajaan di daerah Jawa Tengah dan Timur dengan daerah Jawa Barat. Candi memang identik dengan sarana ibadah dan pemujaan kala itu. Ia merupakan cermin religi dan kesakralan.

Bagaimana dengan Tatar Sunda? Di kalangan masyarakat Sunda, muncul sebutan Tanah Dewa Sasana. Yakni suatu bukti bahwa masyarakat Sunda kala itu, memerlukan suatu tempat yang sakral dan dikeramatkan, sebagai wujud kehidupan religiusnya. Mengapa mereka tak membangun candi? Ini yang menarik. Namun konon, Tanah Dewa Sasana punya nilai setara dengan eksistensi candi, yang kerap dinamakan kabuyutan atau kawikuan. Sebagai contoh adalah Kabuyutan Ciburuy di desa Pamalayan, Bayongbong, Garut.

Tanah Dewa Sasana adalah sebuah tempat yang disucikan para petinggi kerajaan yang mulai meninggalkan aktivitas duniawi. Jangan heran bila kabuyutan selalu jauh dari keramaian. Sebab di sinilah, mantan raja dan petinggi kerajaan menenangkan diri. Tidak sedikit pula yang menghabiskan sisa usianya. Tidak jarang, petinggi kerajaan yang masih aktif, membahas masalah pelik ketatanegaraan dan urusan rakyat di sini.

Kabuyutan Ciburuy

Nana Suryana, kuncen Kabuyutan Ciburuy, mengatakan bila di kabuyutan yang di peliharanya, terdapat bermacam-macam benda pusaka peninggalan tokoh-tokoh zaman kerajaan Sunda. Ini merupakan bukti bila kabuyutan seluas 7 Ha ini pernah didiami tokoh-tokoh penting. “Banyak peninggalan karuhun yang disimpan di dua bangunan,” tutur Nana.

Kabuyuran Ciburuy terdiri dari tiga bangunan dan sebuah saung lesung (tempat menumbuk padi). Bangunan pertama disebut patemon yang sebagai tempat berkumpul (rapat) dan menerima tamu. Kemudian bumi alit (padalaman), tempat beristirahat raja sekaligus tempat menyimpan perangkat kerajaan seperti peta, naskah-naskah dan dokumen kerajaan. Dan ketiga lumbung padi tempat persediaan makanan.

Secara fisik, ketiga bangunan ini bentuknya unik, beratap ijuk dan mirip bangunan di daerah Minangkabau. Bangunan disangga tiang-tiang dari kayu dan berdinding bilik. Di dalam dua bangunan itu terdapat keris, sabuk, rantai emas, golok, bogor ageung, cupu, naskah kuno, kujang, tumbak, trisula, kentongan, tongkat, dan lainnya. *

Naskah Kuno Ciburuy

-----------------------------------

Tahaduk sang hiang hayu tekang yarakan kami ring wiring ka di kita. (Harus tahan dan sabar dalam menyambut datangnya pemimpin yang menerima wahyu untuk mengajarkan ilmu Allah kepada manusia yang kurang iman, termasuk kepada kita.



Kunang dyan kumijar sa rasana kang wuwus kami. (Keterangan dan contoh untuk menyatakan rasa tunggal bersaudara yang diwajibkan oleh Alah yang terdapat dalam kitab suci manapun).



Hayua kita umawa ya rasa ya carita. (Ketidakwaspadaan dan kelemahan kita yang menjadikan bangsa kita mengalami kesusahan dan penderitaan).



Mung kalor raksa wawa wasita. (Dimana waktu membalas terhadap saudara-saudara kita yang satu ideologi harus tetap waspada dan tetap menjaga nama baik bangsa sendiri).



Nada kari-kari luini kang rasa carita. (Kejadian itu meminta korban, akibat kelakuan yagn keterlaluan yagn menyebabkan eksusahan dan penderitaan.)



Yana kaulingana ri kami. (Kamu sekalian tidak pernah ingat kepada Allah).



Auma nihan luike. (Golongan yang demikian akan lebih berat hukumannya)



Ka wuang ngarga wiwiku. (Hanya sedikit orang yang menghargai guru yang menunjukkan manusia kepada jalan yang benar).



Mreng ngucapa ta carita ni kang huang dewasa. (Riuhnya suara yang kesusahan terdengar oleh para pemimpin di seluruh dunia).



Kala re purwa teja rata tarima haka nguni. (Pokok ajaran para pemimpin adalah tentang keseimbangan hidup, bila tidak percay acobalah tanyakan kepada musuh atau kepada saudara-saudara tertua yang terdahulu).



Anaa ka yugi arah kami sawite swara maha dewa. (Anaknya yang akan dating, juga mengaku ketruunan para leluhur yang bijaksana yang tidak berbeda bila tidak berbicara bagaikan pemimpin besar yang berbudi luhur padahal palsu)



Murang kusika garga game tri kusuma pata tajali. (Hanya yang pintar, yang gagah/kuat, yang bangsawan, yang rajin, yang patuh, yang cantik).





Currently have 0 komentar:

Leave a Reply

Posting Komentar